Sabtu, 18 Oktober 2014

Wawancara



wawancaraku dengan kakak manis yang bernama kak Sheila nurvatisma,tempat,tanggal lahir yaitu Banyuwangi,20 Januari 1995,hobi kakak ini yaitu jalan-jalan,menurut kak sheila,prodi biologi menjadi pilihan kuliah karena dalam biologi lebih mudah dipelajari ketimbang pelajaran eksak lainnya,kesulitan yang dialaminya selama menempuh kuliah di prodi biologi universitas jember ini adalah banyak laporan dan tugas yang harus diselesaikan selain itu tidak boleh malas dalam belajar agar tidak ketinggalan materi pembelajaran akan tetapi di balik semua itu  hal yang menurut kak sheila menyenangkan di prodi biologi ini adalah kebersamaan yang tak akan pernah terlupakan.
inilah menurutku maba terbaik yang pernah kukenal selama menempuh pendidikan di program studi pendidikan biologi Univer sitas jember.
Namanya :Nury Qurrota A'yun dan dia biasa dipanggil dengan sebutan ayu,tempat tanggal lahirnya yaitu Banyuwangi,20 Februari 1996,dia merupakan anak kedua dari dua orang bersaudara.

Kamis, 02 Oktober 2014

Isu kerusakan lingkungan beserta solusinya






Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan booklet mengenai penanganan banjir dan longsor pada tahun 2012. Outlet ini dikeluarkan oleh Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup. Adapun  inti outlet tersebut terdiri dari 6 poin antara lain 1. Potensi banjir dan longsor di Indonesia, 2. Potensi Banjir dan longsor di Jawa, 3. Potensi banjir dan longsor di DKI Jakarta,  4. Permasalahan kerusakan dan pencemaran di DAS Ciliwung, 5.Perubahan tutupan Hutan dan Permukiman di DAS Ciliwung,pada tahun 2000-2010 dan terakhir tawaran 6. Solusinya.
Daerah Potensi Banjir per tanggal 23 Desember 2012
Menurut data MTSAT-1R (Multi-Fungsional Trasport Satelite, Informasi separsial genangan, menunjukan daerah-daerah seperti: NAD (Banda Aceh, Singli, Lhokseumawe, Bireun, Langsa, Kutacane). Sumatera Utara (Stabat, Medan, Pangkalanbrandan, Lubuk pakam, Tebing Tinggi, Kisaran, Pematang Siantar, Tanjung Balai), Jambi (Sarolangun, Pulau Pandan), beberapa tempat di Bengkulu, beberapa tempat si Sumatera Selatan (Palembang, Kayu Agung, Baturaja, Lubuk Linggau, Sekayu, Lahat, Muara Enim, Prabumulih), beberapa tempat di P. Bangka, Lampung (Manggala, Gunungsugih, Metro, Terbanggibesar, Kota Agung). Banten Bagian utara (Dari Cilegon hingga Tanggerang), Seluruh Wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat (wilayah pantai utara (Bekasi, Kerawang, Cikampek), Purwakarta, Bandung, Tasikmalaya, Ciamis), Jawa Tengah (Brebes, Tegal, Wanarejo, Kebumen hingga Wates-Yogya, Pracimantoto-Wonogiri, Pati, Purwokerto,Purbalingga), Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Surabaya, Jombang, Mojokerto, Bangkalan, Sampang), Kalimantan (Singkawang, Ketapang, Samping, Tanjungselor, Samarinda, Balikpapan, Banjarmasin), Sulawesi (Mamuju hingga Kaluku), beberapa tempat di Irian (Waren, Wamena, Sekitar Teluk Bintuni dan P. Biak).
Dalam lampiran dapat dilihat peta banjir di Indonesia dan Jawa. Dalam lampiran dapat pula dilihat pola penampakan Genangan Air (Banjir) dengan sungai dan drainasenya di Ibu kota DKI Jakarta.
Lokasi Rawan Banjir di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya pada tahun 2012 ada 97 titik lokasi. Dari dasar itu pemerintah melakukan pemetaan dan  sekmentasi permasalahan Kerusakan dan pencemaran di DAS Ciliwung dari mulai hulu sampai hilirnya yang di bagi menjadi enam (6) segmen.  Dari enam segmen ini dibagi lagi menjadi tiga yaitu di hulu permasalah yang menonjol adalah Limbah Domestik, Limbah industry, (Kota Bogor masuk segmen 2)  Erosi dan Sedimentasi, Penataan Tata ruang (Zoning), Domestik dan peternakan (dr mulai G. Gede pangaranggo Segmen 1), wilayah tengah, sekmen 3 (kedung haling-pd rajeg). Persoalannya hampir sama limbah domestik, sistem peresapan yang tidak ada, limbah industri dan peternakan.  Di segmen 4 masih di tengah antara pd tajeg. Masuk kota Depok persoalannya Limbah domestic, system peresapan yang sudah tidak ada dan limbah industry. Sedangkan Jakarta masuk wilayah hilir yang terbagi dua segmen 5 jakarta selatan sampai ke pusat (masalahnya limbah domestik, Tidak ada system peresapan dan Limbah industri) dan segmen 6, masalahnya tidak ada system peresapan, limbah Industri, limbah domestik, limbah padat (sampah) dan banjir. Kurang lebih permasalahan dari hulu samapai hilir di DAS Ciliwung.
KLH juga mengeluarkan data Grafik Perubahan tutupan hutan dan Pemukiman di DAS Ciliwung dari tahun 2000-2010 dimana tutupan hutannya menyusut tajam dibandingkan peningkatan pemukiman yang meningkat tajam.
Hal ini semua diduga banyaknya terjadi pelanggaran Tata ruang, tentang Pengelolaan SDA yang belum menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan (pasal 3 UU No. 7/2004). Terjadinya pembangunan dikawasan fungsi lindung (ex.pemukiman warga di bantaran sungai), Terjasinya tutupan vegetasi di bawah batasan minimal. Selain Palanggaran Tata Ruang, juga di duga sangat kuat Sungai dijadikan sarana pembuangan limbah industri dan domestik.
Solusi yang diharapkan.
Dari problem yang ada ditawarkan solusi, beberapa opsi kualitas meliputi pengelolaan sampah padat dan pencemaran air, baik dari domestik maupun industry. sulusi kuantitas harus dilakukan perubahan lahan, baik dari hulu-kawasan lindung, tengah dan hilir. Serta berkelanjutan (Sustainability) lewat Rehabilitasi lahan dan Reforestasi.
Solusi Jangka pendek
Pemerintah mengharapkan dalam jangka pendek terbangun pola 1. Sadar iklim, 2. Paham potensi dan kerawanan banjir dan longsor, 3. Berpartisipasi dalam pembuatan sumur resapan dan biopori, 4. Membenahi saluran air/sungai yang tersumbat oleh bangunan atau sampah terutama di daerah yang tergenang air. 5. Bila terjadi bencana banjir dan longsor, paham kawasan jalur evakuasi dan tempat penampungan sementara. 6. Berpatisipasi dalam relokasi dan rehabilitasi pasca bencana.
Solusi Jangka Menengah
Sedangkan solusi jangka menegah yang diharapkan adalah;  (1) Melanjutkan pembuatan cek dam di hulu (program seribu cek dam) sebagai penampung air skala kecil. (2) Memulihkan daerah hulu dengan menanam dan memelihara pohon terutama di daerah sumber–sumber air, di tanah terbuka dan semak belukar melalui pemberdayaan masyarakat. (3) Membangun pola penanganan sistem tanggap darurat yang lebih menekankan kerjasama dengan masyarakat. (4) Membangun dan memobilisasi komunitas masyarakat yang berada di daerah banjir dengan komunitas masyarakat di lokasi yang akan dijadikan tempat evakuasi/ penampungan pengungsi.
Sousi jangka panjang
Sedangkan solusi jangka panjang adalah Tersusunnya Rencana Umum (Master Plan) Pemulihan Kualitas Air Sungai Ciliwung dengan 5 (lima) program utama, dengan jangka waktu 20 tahun. Yang terdiri dari;  (1) pengendalian pencemaran air,  (2) pengendalian kerusakan lingkungan,  (3) penataan ruang, (4) penegakan hukum, dan (5) peningkatan peran masyarakat
Program.
Dari dasar solusi yang ditawarkan Pemerintah (Kementerian lingkungan Hidup) juga membuat Program Pemulihan Kualitas Lingkungan Sungai di Ciliwung yang terdiri dari
Program Pengendalian Pencemaran Air:
•    Penanganan Limbah Domestik.
•    Penanganan Limbah Industri.
•    Penanganan Limbah Padat/Sampah(3-R).
•    Pengendalian Limbah Pertanian.
Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan:
•    Pengendalian Lahan Kritis.
•    Pengendalian Daerah Resapan Air.
•    Rehabilitasi Bantaran Sungai.
Program Penataan Ruang:
•    Revisi Tata Ruang.
•    Pemantauan dan Evaluasi.
Program Penegakan Hukum:
•    Surat Teguran (Sanksi Administrasi).
•    Pencabutan Izin Usaha/Lingkungan.
•    Penegakan Hukum (Sanksi Perdata dan Pidana).
Program Pemberdayaan Masyarakat:
•    Peningkatan Kesadaran Masyarakat.
•    Peningkatan Ekonomi Masyarakat.

Zoroaster (Nabi Dari Persia)



Biografi Zoroaster - Nabi Dari Persia. "Nabi"-nya Iran, Zoroaster, adalah pendiri Zoroastrianisme, sebuah agama yang berlangsung lebih dari 2000 tahun dan tetap punya penganut hingga kini. Dia juga penulis Gathas, bagian tertua dari Avesta, petunjuk suci pemeluk Zoroaster.

Informasi biografis kita menyangkut Zoroaster (Zarathustra dalam sebutan Iran kuno) adalah tidak lengkap, tapi tampaknya dia dilahirkan kira-kira tahun 628 SM dan daerah yang kini termasuk Iran Utara. Sedikit sekali bisa diketahui masa kecilnya. Sesudah dewasa, dia mengkhotbahkan agama baru yang disusunnya sendiri. Pada tingkat awalnya banyak penentangan; tapi tatkala usianya menginjak empat puluh tahun, dia berhasil menarik Raja Vishtaspa sebagai pemeluknya, seorang penguasa sebuah daerah di utara Iran. Sesudah itu sang Raja jadi sahabatnya dan sekaligus pelindungnya. Menurut kisah tradisionil Iran, Zoroaster hidup hingga umur tujuh puluh tujuh tahun; kematiannya dengan begitu diperkirakan tahun 551 SM.

Teologi Zoroaster merupakan campuran menarik antara monotheisme dan dualisme. Menurut Zoroaster, hanya ada satu Tuhan sejati yang disebutnya Ahura Mazda (dalam sebutan Iran modern: Ormudz). Ahura Mazda ("Tuhan yang bijaksana") menganjurkan kejujuran dan kebenaran. Tapi, penganut Zoroaster juga percaya adanya roh jahat, Angra Mainyu (dalam istilah Persia modern: Ahriman) yang mencerminkan kejahatan dan kepalsuan. Dalam dunia nyata, ini perlambang pertentangan abadi antara kekuatan Ahura Mazda di satu pihak dan Ahriman di lain pihak. Tiap individu bebas memilih ke mana dia berpihak, ke Ahura Mazda atau ke Ahriman. Meskipun pertarungan kedua belah pihak mungkin dekat pada suatu saat, penganut Zoroaster percaya bahwa dalam jangka panjang kekuatan Ahura Mazda akan keluar sebagai pemenang. Teologi mereka juga termasuk keyakinan penuh adanya hidup sesudah mati.

Dalam masalah-masalah etika, agama Zoroaster menekankan arti penting kejujuran dan kebenaran. Ascetisme, hidup ugal-ugalan, zina, ditentang keras. Penganut Zoroaster melaksanakan pelbagai ibadah agama yang menarik, beberapa di antaranya dipusatkan pada pemujaan terhadap api. Misalnya, api suci senantiasa dibiarkan berkobar di kuil Zoroaster. Tapi, yang paling nyata dalam ibadah mereka adalah cara melenyapkan jenasah, bukannya dikubur atau dibakar, melainkan diletakkan di atas menara dibiarkan habis dimakan burung pemakan bangkai. (Burung-burung itu biasanya melalap mangsanya hingga tinggal tulang melulu dalam tempo beberapa jam).

Meskipun Zoroatrianisme punya macam-macam elemen yang serupa dengan agama-agama Iran yang lebih lama, tak tampak tersebar luas di masa Zoroaster sendiri. Tapi, daerah tempat dia hidup kait-berkait bersama dengan Kekaisaran Persia di bawah Cyrus Yang Agung di pertengahan abad ke-16 SM pada saat matinya Zoroaster. Dalam masa dua abad kemudian, agama itu diterima oleh Raja-raja Persia dan memperoleh pengikut yang lumayan. Sesudah Kekaisaran Persia ditaklukkan oleh Alexander Yang Agung di akhir pertengahan abad ke-4 SM, agama Zoroaster mengalami kemunduran deras. Tapi, akhirnya orang-orang Persia memperoleh kemerdekaannya kembali, pengaruh Hellenistis merosot, dan ada semacam kebangkitan kembali Agama Zoroaster. Di masa dinasti Sassanid (226 - 651 M) agama Zoroaster diterima sebagai agama resmi negeri Persia.

Sesudah ditaklukkan Arab di abad ke-7 M, sebagian besar penduduk Persia lambat laun memeluk agama Islam (dalam beberapa hal dengan kekerasan, walau pada prinsipnya kaum Muslimin punya sikap toleran kepada agama lain). Sekitar abad ke-10, sebagian sisa penganut agama Zoroaster lari dari Iran ke Hormuz, sebuah pulau di teluk Persia. Dari sana mereka atau turunannya pergi ke India tempat mereka mendirikan semacam koloni. Orang Hindu menyebut mereka Parsees karena asal mereka dari Persia. Kini ada sekitar l00.000 lebih kelompok Parsees di India, umumnya tinggal di dekat kota Bombay tempat mereka membentuk suatu kelompok kehidupan masyarakat yang makmur.

Zoroastrianisme tak pernah melenyap seluruhnya di Iran; hanya sekitar 20.000 penganut masih ada di negeri itu.

Kini, di dunia penganut Zoroaster lebih sedikit jumlahnya ketimbang kaum Mormon maupun Christian Scientists. Tapi, Mormonisme dan Christian Science tumbuhnya belum lama; dilihat dari perjalanan sejarah, jumlah keseluruhan pengikut Zoroaster jauh lebih besar. Ini alasan utama mengapa Zoroaster dimasukkan ke dalam buku ini, sedangkan Joseph Smith dan Mary Baker tidak dimasukkan

Lebih dari itu, Zoroatrianisme telah memberi pengaruh kepada agama-agama lain, seperti Yudaisme dan Nasrani. Bahkan, pengaruhnya yang lebih besar kentara pada Manichaeisme, agama yang didirikan oleh Mani, yang mengambil oper ide Zoroaster tentang pertentangan antara roh baik dan roh jahat dan mengembangkannya menjadi agama yang kompleks dan bersifat memaksa. Untuk sementara waktu kepercayaan baru yang ia dirikan merupakan agama besar dunia, walaupun kemudian punah seluruhnya.

TENGKAWANG (Shorea sp.)



Tengkawang adalah nama buah dan pohon yang menghasilkan minyak lemak berharga tinggi. Secara tradisional, minyak tengkawang digunakan untuk memasak sebagai penyedap makanan dan ramuan obat-obatan.
Dalam industri, minyak tengkawang digunakan sebagai bahan pengganti lemak coklat, bahan farmasi, dan kosmetika. Kini, 12 jenis tengkawang dilindungi oleh pemerintah. Tanaman ini salah satu khas dan maskot kekayaan keaneragaman hayati yang dimiliki hutan Kalbar.
Di Kalbar sekarang ini, kayu pohon tengkawang, menjadi komoditas perkayuan yang cukup tinggi nilainya. Di Kabupaten Kapuas Hulu seperti Kecamatan Bunut Hulu dan Kecamatan Belimbing dan Nanga Pinoh di Kabupaten Sintang harganya Rp 200.000-Rp 300.000 per meter kubik. Sementara di Pontianak, harganya Rp 500.000-Rp 600.000 per meter kubik.
Di Kalimantan, Kalbar tepatnya adalah daerah endemik tengkawang. Di daerah ini ada 10 jenis tengkawang yang menghasilkan biji. Jenis yang paling komersial adalah Shorea stenoptera Burk  (tengkawang tungkul). Pohon tengkawang dapat berbuah setelah berumur delapan-sembilan tahun. tetapi ada juga yang berumur panjang 12-13 tahun. Tiap pohon dapat menghasil biji berkisar 250-400 kg.

Pontianak, BCC - Pohon Tengkawang adalah pohon asli  khas Kalimantan. Pohon ini merupakan penghasil biji sumber minyak bernilai tinggi. Tumbuh baik pada daerah beriklim tropis basah ketinggian 5 mdpl -1.000 mdpl.
Di Indonesia terdapat 13 jenis pohon penghasil Tengkawang, 10 Jenis terdapat di Kalimantan, tiga jenis terdapat di Sumatera. Jenis yang paling komersi Jenis yang paling komersil Shorea Stenoptera.
Menurut Augustine Lumangkun, peneliti dari Fakultas Kehutanan Universitas TanjungpuraPontianak, fungsi buah Tengkawang, Borneo Tallow (minyak dari Kalimantan) atau green butter butter mirip mentega warna hijau. Illpe nut illpe nut atau vegetable tallow minyaknya sebagai bahan dasar pembuatan makanan, pelumas, farmasi,mentega,campuran produk coklat dan kosmetik (lipstik dan bisa dijadikan menjadi bahan bakar pesawat terbang.
“Pertumbuhanya sangat mudah pada umur 8-9 tahun bisa berbuah dan sepanjang tahun bisa berbuah pada habitat dan iklim yang cocok,” kata Agustine disela-sela Workshop Nasional “Strategi Nasional Konservasi Genetik Tengkawang”, di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar, pada 14 Mai 2014.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Balai Besar Penelitian Dipterocarpa Kementerian Kehutanan. Menurut hasil Riset Agustine Lumangkung, jumlah pohon sudah jauh berkurang  antara 50% -70%, peyebabnya adalah berkurangnya pohon Tengkawang akibat desforestasi dan berubahnya fungsi lahan.
“Ada beberapa kebijakan tradisonal masyarakat dipedalaman,namurn kebijakan lokal itu tidak mampu melawan arus perubahan fungsi lahan untuk kepentingan industri tambang dan perkebunan,tidak mungkin kalau tidak ada penyelamatan terhadap pohon tengkawang pasti keberadaannya akan punah,” kata Agustine disela-selah workshopnya itu.
“Padahal pohon Tengkawang  diangkap oleh sebagian masyarakat Dayak adalah pohon kehidupan,” cerita Agustine.
Karena keberadaan sudah diangap hampir punah,maka pohon tengkawang termasuk pohon yang dilindungi, sejak tahun 1972 sudah dikeluar SK Menteri Pertanian dengan SK, Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 54 / KPTS / UM / 2 / 1972 dengan jenis meranti penghasil buah Tengkawang sebagai berikut.
Adapun jenis-jenis tersebut adalah,Shorea stenoptera Burck,Shorea stenoptera Forma Ard,Shorea gysbertiana, Shorea pinanga, Shorea compressa, Shorea seminis V. sI, Shorea martiniana,Shorea mecistopteryx Ridl,Shorea beccariana Burck,Shorea micrantha Hk. F,Shorea palembanica Mig,Shorea lepidota Bl ,dan Shorea singkawang Mig.
Menurut DR AYPBC Widyatmoko dari, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, harus ada perlindungan variasi genetik. Karena walaupun populasi pohon tengkawan masih ada kalau variasi genetiknya berkurang kepunahanya akan makin cepat. “Konservasi genetik yang diperhatikan adalah, besaran variasi genetik,distribusi genetik, dan degradasi genetik,” kata Widyatmoko.
Wiyatmoko menjelaskan, kegiatan konsevasi pohon tengakawang bisa dilakukan dengan beberapa tahap, Penetapan dan Pengembangan konservasi in-situ sekaligus sebagai sumber benih. Pembangunan plot konservasi eks-situ, dan pemanfataannya sebagai sumber benih di masa mendatang.
Pembentukan Desa/kabupaten konservasi genetik tengkawang, Pemeliharaan dan evaluasi plot konservasi genetik tengkawang,dan Pembangunan plot pemanenan berbasis konservasi genetik.
Dia menyarankan, yang paling penting dalam konservasi genetik pohon tengkawang adalah kegiatan budidaya. Penanaman dan pemanenan Tengkawang dipantau untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keragaman genetic, dan Kegiatan pemeliharaan dan pengayaan plot korservasi in-situ dan eks-situ dimonitor dan dievaluasi.
Menurut DR Sapto Indrioko, guru besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, perlindungan pohon tengkawang harus dilakukan Formulasi perlindungan tengkawang berdasarkan prioritas beberapa indikator terkait bidang konservasi ekosistem. “Sumberdaya alam (biodiversitas) perlu dikelola dan dijaga dengan baik pada semua tingkatan, ekosistem, species, dan genetik,” kata Sapto Indrioko.
Untuk perlindungan tengkawang Sapto memebagi beberapa indocator diantaranya, pertama, Penegakan aturan terkait pelestarian sumberdaya hayati pada umumnya dan tengkawang pada khususnya, kedua: Pembaharuan aturan yang lebih berpihak pada rakyat dengan tetap berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hayati,ketiga: Sosialisasi dan diseminasi kebijakan dan berbagai hasil penelitian untuk mendukung kelestarian sumberdaya hayati dan produksi.
“Yang paling penting adalah bagaimana masyarakat dengan mempertahankan budidaya pohon tengkawang,pandapatan masyarakat  bisa meningkat,” kata Sapto.
Damianus Nadu Tokoh Adat dari Desa Sahang, Kecamatan Sanggau Ledo, mengatakan" selam ini kami di Desa Sahang mempertahan hutan adat yang isinya didominasi oleh tanaman tengkawang, mempertahankan juga berdarah-darah".
“Sudah beberapa kali perusahaan akan mengekspansi hutan adat kami,kami dengan masyarakat menolak, bahkan kami hampir tembak-tembakan denganperusahaan. Sekarang di Sahan ada hutan adat pengajit, pohonnya didominasi oleh pohon tengkawang,” kata Nadu.
Nadu menceritakan, pohon tengkawang dikampungnya bukan hanya terdapat dikawasan hutan adat pangajit saja,tetapi juga dilahan pribadi masyarakat, masyarakat sahan rata-rata punya pohon Tengkawang.
“Buah Tengkawang di Desa Sahang dijadiikan minyak goreng dan mentega. Pembuatanya  sangat senderhana  hanya mengunakan apitan kayu belian dan bambu,” jelas Nadu.
Dia menjelaskan, di Indonesia khusunya di Kabupaten Bengkayang harganya sangat murah. Tetapi beberapa bulan ini ada pesanan dari Malaysia yang langsung datang ke kampung berapa tonpun akan mereka tampung.
“Cuman sangat disayangkan penghargaan pemerintah itu belum ada sama sekali. Saya sarankan pemerintah memberikan penghargaan pada masyarakat Sahang, pernah Bupati Luna setelah memberi SK Bupati kawasan hutan pengajit, tapi sampai sekarang tidak ada janji hanya tinggal janji,” terang Nadu kepada Borneoclimatechange.org, hari ini.
Hutan Adat Pengajit terdapat di Desa Sahang, Kecamatan Sanggau Ledo, Kabupaten Bengakayang, luas kawasan hutan adat Pengajit 100 hektare ditumbuhi berbagai jenis tanaman seperti pohon Tengkawang, Meranti, Ulin, Gaharu, Gamris, bambu dan berbagai jenis tanaman lainya.
Menurut Imanul Huda dari PRCF Indonesia, memang keberadan pohon Tengkawang terancam punah. Kata dia, sekarang sudah masuk dalam Cites 2, itu artinya sudah dalam kondisi ancaman tinggi.
“Faktor utama ancaman kepunahan pohon tengkawang adalah alih fungsi kawasan hutan secara besar-besaran.  Sehingga menyebabkan kerusakan hutan makin parah,” kata Imanul.
Imanul berharap, pemerintah memberi penghargaan kepada masyarakat yang berkontribusi menyelamatkan pohon tengkawang dan memberi  dana pendamping kepada masyarakat. Sehingga masyarakat bergairah kembali untuk menanam pohon tengkawang,yang paling penting adalah perlindungan terhadap kawasan hutan termasuk lahan milik masyarakat.
“Alat-alat pembuat mentega dan minyak dari buah Tengkawang. Sudah seharusnya dimodernisasi oleh pemerintah, agar hasil minyak Tengkawangnya lebih banyak. Selain itu pemerintah harus mengatur tata niaga pasar buah dan minyak tengkawang,jangan sampai masyarakat dirugikan,” pungkas Imanul.(DG)*

Ada belasan jenis pohon tengkawang, di antaranya:



Tengkawang:
Shorea stenoptera Nama Umum
Indonesia       : Tengkawang
Klasifikasi     :
Kingdom       :  Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom  :  Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi  :   Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi             :  Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas              :  Magnoliosida    (berkeping dua/ dikotil)
Sub Kelas       :  Dilleniidae
Ordo               :   Theales
Famili             :   Dipterocarpaceae
Genus             :   Shorea
Spesies           :    Shorea Stenoptera

Ikan Belida {Binatang langka yang hampir mengalami kepunahan}



                                                                                                                                    TAKSONOMI IKAN BELIDA
Secara taksonomi, ikan belida dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Phylum                :  Chordata
Kelas                   :  Pisces
Sub-Kelas             :  Teleostei
Ordo                   :  Isospondyli
Family                 :  Notopteridae
Genus                  :  Notopterus
Spesies                :  Notopterus Chitala

Di setiap daerah, ikan belida mempunyai nama spesifik, yaitu belido (Sumatera Selatan dan Jambi), belida (Kalimantan Barat) dan ikan pipih (Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah). Nama dagang ikan belida adalah knife fishes. Ikan belida ini dapat tumbuh hingga mencapai 87,5 cm. Di Sumatera Selatan (sungai Lempuing), ikan belida berukuran 83 cm dengan bobot 6 kg pernah ditemui (Adjie & Utomo, 1994).

HABITAT IKAN BELIDA 
Ikan belida menghuni perairan sungai dan rawa banjiran di bagian tengah dari daerah aliran sungai (DAS). Pengamatan   DAS  Musi  menunjukkan   bahwa   ikan   belida banyak ditemui di sungai yang banyak terdapat rantingatau kayu dan diperairan rawa banjiran yang berhutan. Tempat tersebut merupakan habitat ikan belida untuk menjalankan siklus kehidupannya, mulai mematangkan gonad, memijah, merawat telur, merawat anakan hingga tumbuh besar menjadi induk. Habitat pemijahan induk ikan belida yaitu bagian perairan yang mempunyai kedalaman dari 1,5-2 m. Selama musim kemarau, ikan belida menghuni anak sungai dan ia akan menyebar ke perairan sekitarnya (rawa banjiran dan persawahan) selama musim penghujan. 

BIOLOGI-REPRODUKSI IKAN BELIDA
Ikan belida mempunyai bentuk badan pipih. Pola pertumbuhannya mengikuti alometrik. Ikan belida betina lebih gemuk dari pada ikan jantan. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, ikan belida menyantap ikan sebagai menu utamanya dan udang serta serangga air sebagai menu pelengkanya, sehingga ikan belida dapat dikategorikan ke dalam ikan buas (karnivora).
Menurut Adjie & Utomo (1994), ikan belida berukuran lebih dari 50 cm sudah memasuki usia dewasa dan diduga berusia lebih dari 3 (tiga) tahun.  Selanjutnya jumlah telur pada ikan belida ukuran 81-83 cm dengan bobot 4-6 kg per ekor adalah sekitar 1.194 – 8.320 butir.  Pengamatan Adjie et al. (1999)  di  Sungai  Batanghari dari  bulan  Mei – November menunjukkan bahwa ikan belida berukuran 70 – 93 cm dengan bobot 1,9 – 7,0 kg per ekor telah mempunyai telur, namun diameternya bervariasi dari 0,15 – 3,55 mm.  Smith (1945) melaporkan bahwa tidak semua telur ikan belida dikeluarkan pada saat memijah. Menurut Adjie et al. (1999) mengemukakan bahwa puncak musim pemijahan ikan belida terjadi pada bulan Juli (musim kemarau). Nelayan memancing pada musim kemarau dengan menggunakan pancing, empang arat, jaring insang, serta jaring insang khusus dipasang mendatar di permukaan air.      

POPULASI IKAN BELIDA DI ALAM
Dari data produksi secara umum yang diambil dari Statistik Perikanan Indonesia selama 10 tahun (1989 – 1998) Anonim, 2000. secara umum terlihat bahwa produksi ikan belida dicapai pada tahun 1991. setelah itu produksinya cenderung menurun hingga tahun 1995 dan kemudian stabil hingga tahun 1998. penurunan produksi ikan belida tersebut menunjukkan bahwa populasi ikan tersebut sudah terancam kelestariannya. Di Sumatera ikan belida sudah mulai sulit didapat sejak 1995 dan banyak tertangkap di Sumatera Selatan. Sedangkan menurut survei plasma nutfah ikan di DAS Batanghari mengemukakan bahwa ikan belida sudah termasuk jenis ikan yang terancam kelestariannya.

FAKTOR - FAKTOR PENDORONG ANCAMAN KELESTARIAN IKAN BELIDA
1.   Peningkatan Intensitas Penangkapan
Intensitas penangkapan ikan belida di perairan umum terkait dengan peningkatan kebutuhan pasar. Permintaan pasar ikan belida terus meningkat akibat pasar makanan khas Sumatera Selatan tidak terbatas hanya di Sumatera Selatan saja. Hal ini mendorong peningkatan jumlah nelayan dan alat tangkap yang di operasikan untuk menangkap ikan belida. Laju peningkatan mortalitas ikan belida dialam oleh penangkapan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju pemulihan kembali ketersediaan ikan tersebut dialam sehingga populasi ikan belida cepat berkurang.

2.   Penangkapan Induk Ikan Belida
Sungguhpun penangkapan ikan belida menggunakan alat tangkap sederhana, tetap akan terancam populasinya karena ukuran ikan yang ditangkap adalah besar sudah tergolong induk atau calon induk.  Induk belida dengan bobot 6 kg mengandung telur sebanyak 8.320 butir (Adjie & Utomo, 1994). Jika kita gunakan asumsi bahwa sekitar 1 % dari total telur (fekunditas) ikan belida dengan bobot 6 kg berhasil kembali menjadi induk, maka jumlah sediaan ikan di alam adalah sekitar 80 ekor atau setara dengan 480 kg. Artinya penangkapan satu ekor induk belida akan mengurangi  jumlah ikan sebanyak 80 ekor yang mempunyai potensi telur sekitar 640.000 butir. 

3.   Pengoperasian Alat Tangkap Terlarang dan Tidak Ramah Lingkungan
Saat ini, alat tangkap racun sudah meluas digunakan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar perairan, setiap saat.  Ditambah lagi dengan penggunaan alat tangkap listrik yang menyebabkan kematian ikan secara massal. Di Sumatera Selatan, nelayan juga mengoperasikan jenis alat tangkap tuguk yang di pasang melintang di sungai kecil dan besar. Tuguk dianggap tidak ramah lingkungan karena prinsip kerjanya seperti trawl (pukat harimau) yang sangat tidak selektif.

4.   Peningkatan Tekanan Ekologis oleh Limbah
Sudah menjadi tradisi bahwa sungai merupakan tempat pembuangan limbah, semakin ke hilir, kadar limbahnya semakin tinggi. Menurut Pollnac & Malvestuto (1992), DAS Musi sebagai tempat hidup ikan belida dapat digolongkan ke dalam perairan yang mempunyai tekanan ekologis tinggi di Indonesia dibandingkan dengan Kalimantan (DAS Kapuas).  Penurunan kualitas perairan akibat limbah dapat mengganggu siklus hidup ikan belida.

5.   Pembukaan Lahan dan Pembangunan Infrastruktur
Pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya menjadi sumber gangguan siklus  kehidupan ikan, termasuk belida. Selama musim hujan tanah terkikis dan menjadi sumber peningkatan tingkat kekeruhan perairan dan pendangkalan perairan. Kekeruhan yang tinggi akan mengganggu proses sintesis fitoplankton dan selanjutnya mempengaruhi struktur komunitas di atasnya, khususnya larva dan ikan kecil yang menggantungkan hidupnya pada plankton. Gangguan tersebut akan mempersempit peluang ikan belida untuk mendapatkan makanan. Sehingga hal demikian akan mengganggu kestabilan ekosistem suatu perairan.

6.   Proses Penuaan Alami
Proses penuaan tidak bisa dielakkan lagi. Hanya makhluk hidup yang kuat saja yang mampu bertahan hidup. Menurut Pollnac & Malvestuto (1992), perubahan kondisi lingkungan perairan dan penangkapan ikan yang berlebihan dapat menurunkan populasi ikan. Perusakan habitat sangat berbahaya terutama bagi jenis yang hidup endemik yang dapat mengakibatkan kepunahan jenis ikan tersebut. Oleh karena itu kita harus berbuat agar anak cucu kita masih dapat menikmati rasa dan keindahan ikan belida, khususnya bagi masyarakat di Sumatera Selatan.

TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA
          Di Sumatera Selatan dan Jambi fakta menunjukkan bahwa secara umum ikan belida sudah terancam kepunahan populasinya. Untuk mencegah kepunahan jenis ikan tersebut, maka perlu membuat suatu keseimbangan antara kematian akibat penangkapan dan proses alami dengan rekrutmen sediaan ikan tersebut. Diantara cara mencegah kepunahan ikan belida tersebut adalah :
v Mendirikan suaka perikanan
v Domestikasi
v Penebaran kembali,  dan
v Pengembangan budidaya menjadi alternatif pencegahan kepunahan yang strategis
          Suaka perikanan, khususnya daerah pemijahan menjadi penting dalam tindakan mencegah kepunahan ikan belida. Suaka perikanan tersebut akan menajdi peluang kepada ikan belida untuk melakukan proses reproduksinya secara normal.
          Domestikasi adalaj upaya manusia untuk menjinakkan ikan liar agar dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi terkontrol sesuai dengan keinginan mereka. Proses domestikasi dapat dimulai pemeliharaan ikan belida ukuran kecil   (benih)  atau   besar  yang  ditangkap  dari  alam  dalam
wadah budidaya. Ikan tersebut diberi pakan secara teratur sehingga matang kelamin dan dipijahkan secara terkontrol.
          Keberhasilan domestikasi ikan belida akan mendorong pengembangan budidaya yang dapat mengurangi tekanan penangkapan. Selain itu benih hasil pemijahan dapat ditebar kembali ke perairan umum.     
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN
          Karena ikan belida merupakan ikan yang belum ada dibudidayakan dan masyarakat memperolehnya melalui penangkapan di alam, maka sampai saat ini belum diperoleh referensi/literatur yang mengindentifikasi tentang hama dan penyakit yang menyerang ikan belida.
          Dari hasil konfirmasi kami pada Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Selatan, bahwa saat ini, di Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang sedang melakukan penelitian mengenai indentifikasi secara umum hingga pada penyakit yang dapat menyerang ikan belida. Data akan dapat diperoleh setelah penelitian ini selesai dan dipublikasikan pada masyarakat. Akan tetapi yang umum dan pasti terjadi yaitu penyakit stres pada ikan belida yang berpengaruh dapat mengganggu pola reproduksi dan perkembangan ikan belida karena disebabkan  semakin buruknya lingkungan perairan Sungai Musi Palembang, dan perlakuan pada saat penangkapan.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Riset kelautan dan Perikanan (2002). Warta Penelitian Perikanan Indonesia.

Yayan dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan “Ikan Belida Sehat Produksi Meningkat”. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

 

 



HMPSB "Lumba-Lumba" Universitas Jember

 
HMPSPB Lumba-lumba adalah salah satu organisasi kemahasiswaan tingkat fakultas di lingkungan Universitas Negeri Jember. HMPSPB lumba-lumba masuk ke dalam HMP Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ( FKIP ).
 
HMPSPB lumba-lumba adalah salah satu ekstra yang di fasilitaskan oleh fakultas keguruan dan ilmu pendidikan kepada semua mahasiswa khususnya pendidikan Biologi untuk menyalurkan bakat dan kreativitasnya dalam segala hal yang berhubungan dengan Biologi.
Berawal dari berdirinya program studi pendidikan biologi pada 18 Juli 1984 berdasarkan SK Dikti nomor 44/DIKTI/KEP/1984. Pada tanggal tersebut di mulailah awal perkuliahan pendidikan biologi di Universitas Jember. Pada masa awal-awal perkuliahan tersebutlah mulai tercetusnya ingin mendirikan sebuah organisasi yang dapat mewadahi mahasiswa pendidikan biologi itu sendiri. Di tahun pertama perkuliahan di pendidkan biologi muncul organisasi pertama kali bernama “ExBOr” (EXACT BIOLOGI ORGANISATION). berdirinya “ExBOr” belum ada esensi yang jelas bentuk organisasi ini. Pada tahun ketiga pendidikan biologi dan “ExBOr” berdiri, bertepatan setelah pulangnya prof. Sudarmadji. Ph. D, dari studi S2 di Amerika, nama “ExBOr” itu sendiri dipertanyakan dan mendapat kritikan untuk mengganti nama organisasi ini. Nama LUMBA-LUMBA inilah pertama kali di lontarkan oleh Dr. Suratno, M. Si yang kala itu menjabat sebagai ketua “ExBOr” dan ketua LUMBA-LUMBA pertama kali. Nama LUMBA-LUMBA ini kemudian disepakati oleh anggota organisasi ini dengan makna bahwasanya hewan ini mudah bersahabat dengan siapa saja. Pada masa Dr. Suratno, M. Si, ini juga lah muncul penyetaraan organisasi-organisasi mahasiswa pada program studi oleh PD III saat itu. Sehingga setelah itu terbentuklah HMPSPB LUMBA-LUMBA. Dalam perkembangannya HMPSPB LUMBA-LUMBA mengalami banyak perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, di antaranya logo, logo yang kita lihat saat ini adalah perubahan dari lambang DNA dengan Lumba-lumba di dalam segi lima, dan sekarang hanya ada Lumba-lumba didalamnya. Susunan kepengurusan HMP “Lumba-Lumba” sebagai berikut: